Monday, October 21, 2019

Asal Usul Nenek Moyang 'Orang Mandar'

Darimana sebenarnya suku Mandar datang? atau siapakah nenek moyang orang mandar? Apakah nenek moyang orang Mandar berasal dari kera yang berevolusi menjadi manusia atau dari sekian banyak anak cucu Adam & Hawa?
____________________________________________________________________________________


Ternyata pertanyaan-pertanyaan seperti itu sudah berupaya dijawab oleh para ahli sejarah, antropolog dan budayawan dengan berlandaskan kepada masing-masing teori dan bukti sejarah yang telah ditemukan.

Kalumpang atau biasa disebut dengan "Tana Lotong" lebih dikenal sebagai peradaban tertua yang ada di Sulawesi Barat. Namun, konsep tentang 'Tomanurung' lebih diyakini dan berakar di masyarakat Mandar sebagai leluhur mereka.

Bagaimana, menarik bukan???
____________________________________________________________________________________

Mandar berasal dari Kalumpang


Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba'bana Binanga lebih akrab di telinga kita dibandingkan degan kalumpang. Sejarah perjanjian Tammajarra dan Allumangan Batu di Luyo terlalu besar pengaruhnya dalam perkembangan kebudayaan di Mandar, sehingga seolah-olah kita mengabaikan temuan-temuan arkeologi yang ada di wilayah Kalumpang (Ridwan, 2013).

Penelitian para arkeologi yang pernah dilakukan di Kalumpang telah memberikan hasil yang sangat berarti dalam sejarah pertumbuhan kebudayaan pra sejarah di Indonesia.

Para ahli arkeologi percaya bahwa penduduk Kalumpang purba merupakan satu suku dari ras Austronesia yang membawa tradisi pertanian dan gerabah dari daratan Asia yang bermigrasi ke wilayah kepulauan Nusantara (Ridwan, 2013).

Amiruddin Maulana, tokoh pendidik di kabupaten Majene, menemukan patung Budha perunggu (1930). Oleh Dr. FDK Bosch (1933), setelah membandingkan patung-patung Budha yang ada di pulau Jawa dan Sumatera, Bosch menyimpulkan bahwa patung tersebut mempunyai ciri khas tersendiri.

Oleh karena tidak ada kesamaan yang dapat ditemukan di Indonesia, maka perbandingan dilakukan dengan patung-patung yang ada di India, Muka, dan Gandara.

Kesimpulan yang diperoleh Bosch ialah patung tersebut dipengaruhi oleh gaya Budha Greeco, dimana gaya ini juga terdapat di India Selatan.

Dari sejarah India Selatan telah diketahui bahwa dinasti Catahawana dalam memerintah terkenal sebagai penganut kuat agama Budha aliran Hinayana sewaktu abad ke 2 M dan selanjutnya tersebar ke kawasan Asia Tenggara (I Wayang, 2006).

Dari penemuan di atas, Salahuddin Mahmud seorang peneliti Mandar (1984) menyimpulkan bahwa di daerah Kalumpang pernah terdapat sebuah kerajaan yang telah menjalin hubungan dengan daerah luar melalui pelabuhan yang terdapat di Sikendeng. Hal tersebut diperkuat dengan memperhatikan letak muara sungai Karama yang berhadapan dengan muara sungai Mahakam di pulau Kalimantan, yang juga banyak dilayari untuk memasuki pedalaman Kalimantan. Adapun di hulu sungai Mahakam terdapat kerajaan Kutai Kartanegara yang termasuk pada abad ke 4 M. Dengan demikian kerajaan Kalumpang tersebut merupakan kerajaan yang tertua di Mandar (Ridwan, 2013).

Diduga kerajaan yang terdapat di Kalumpang berpindah ke pegunungan, tepatnya ke Toraja atau ke Luwu, mungkin karena terdesak oleh invasi kerajaan luar, atau adanya wabah penyakit yang menyerang daerah tersebut.
____________________________________________________________________________________

Well, sejauh ini, kita hanya melihat dari satu versi saja guys... Masih ada satu versi lagi yang tak kalah seru, ibarat dongeng sih kisah yang satu ini, hehehe... Stay tune!

____________________________________________________________________________________

Manusia dari Kayangan


Pertama kali kalian membaca kalimat diatas, pasti kalian berfikir bahwa yang dimaksud adalah Bidadari yang cantik parasnya kan? ckckck...


Tidak usah berlama-lama, Jadi begini kisahnya...
Dalam masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat dikenal dengan istilah Tomanurung secara bahasa berarti orang yang turun atau menitis (dari langit). Dalam masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat, Tomanurung diyakini sebagai manusia keturunan dewa yang berasal dari langit (kayangan) yang menitis ke bumi (Abidin, 1999).

Kedatangan Tomanurung biasanya diawali kekacauan, terjadinya perang saudara yang berkepanjangan, dan berlakunya hukum rimba dimana yang kuat cenderung menindas yang lemah. Berdasarkan keyakinan tersebut, dapat disimpulkan, beberapa ciri yang dimiliki oleh Tomanurung :

1. Tomanurung tidak dikubur saat meninggal, sebab tubuhnya menghilang, tinggal pakaian dan pusakanya.
2. Tomanurung dapat tiba-tiba berada dimanapun tanpa dirasakan.
3. Tomanurung bisa kapan saja merasuki tubuh keturunannya jika melakukan kesalahan.
4. Tomanurung terkadang muncul untuk membantu keturunannya jika ditimpa musibah

Muis Mandra (1986:84-89) mencatat setidaknya ada empat konsepsi tentang Tomanurung yang direkam dalam berbagai lontara' Mandar. Keempat Tomanurung tersebut adalah Tokombong dibura (orang yang datang dari busa air), tobisse di tallang (orang yang datang melalui belahan bambu), tonisesse' di Tingalor (orang yang keluar dari perut ikan Tingalor), dan tomonete di tarauwwe (orang yang datang meniti pelangi).

Konon ceritanya...
Kehadiran dua sosok sekaligus yaitu Torije'ne' sebagai sosok perempuan yang sangat cantik dan Pongkapadang sebagai lelaki tangguh.

Torije'ne' merupakan simbol dari kehidupan air dan daratan rendah (laut dan sungai). Ia dikisahkan berasal dari dalam air karena itu disebut dengan Torije'ne' atau orang yang berasal dari air. Sedangkan, Pongkapadang merupakan simbol dari air pegungungan, ia dikisahkan berasal dari hulu sungai saddang.

Menarik untuk dilihat, bahwa penceritaan sejarah Mandar sejak awal senantiasa dilekatkan dengan air. Air tampaknya merupakan elemen penting dalam kebudayaan Mandar. Bahkan persekutuan kerajaan yang lahir di Mandar juga dilekatkan dengan air (dari simbol Torije'ne' dan Pongkapadang)

Pongkapadang dan Torije'ne' bertemu, lalu menikah dan menetap di Tabulahan melahirkan tujuh orang anak yang disebut 'tau pitu' dan menjadi cikal bakal mandar selanjutnya. Mereka ialah :

1. Daeng Matangnga
2. Mana Dahodo
3. Pullao Mesa
4. Simbak Datu
5. Burale'bo
6. Pattana Bulawan
7. Buntu Bulo

Kedua anak perempuan Pongkapadang yaitu Simbak Datu dan Burale'bo kemudian dinikahi oleh saudaranya Daeng Matangnga dan Mana Dahodo. Dari hubungan pernikahan inilah melahirkan generasi selanjutnya yang kini lebih dikenal masyarakat mandar sebagai To Sampulo Mesa (orang sebelas).

Berbeda dengan anak-anak Pongkapadang kesebelas cucunya ini pergi menyebar ke berbagai wilayah baru untuk dijadikan daerah yang dapat mereka kuasai. Nama-nama kesebelas cucu dari Pongka Padang dan Torije'ne' serta daerah yang mereka tuju:


1. Daeng Tumanan memilih tetap menetap di Tabulahan.
2. Ampu Tengnge' atau Tammi pergi ke wilayah Bambang
3. Daeng Matana ke wilayah Mambi.
4. Ta Ajoang memilih daerah Matangnga
5. Saha Lima menempati daerah Koa di Tabang.

Lima dari sebelas cucu Pongkapadang inilah yang kelak akan menjadi generasi penerus di wilayah adat Pitu Ulunna Salu.

Sementara, enam orang lagi mengembara ke wilayah-wilayah pesisir pantai dan membentuk beberapa kerajaan yang tersebar di wilayah pesisir lita' Mandar (tanah Mandar). Keenam cucu Pongkapadang yang mengembara ke wilayah pantai Tanah Mandar, ialah:


1. Daeng Maroe berangkat menuju Tu'bi (kini Tu'bi Taramanu menjadi salah satu kecamatan di kabupaten Polewali Mandar).
2. Daeng Malulung lebih memilih kewilayah pantai di daerah Balanipa.
3. Tambuli Bassi menetap di Tappalang.
4. Makke Daeng berjalan lebih jauh sampai dan menetap di daerah Mamuju.
5. Daeng Kamahu (Ta Kayyang Pudung) menetap di daerah Sumahu Sondoang. 
6. Ta'labinna berjalan lebih jauh lagi, Ia menetap di Kalumpang.


Kerajaan-kerajaan yang ada di Tanah Mandar bukanlah tanpa awal dan tidak mempunyai sejarah peradaban dan budaya. Menurut lontara yang tersisa (Sewang, 2010) dari hasil pernikahan Pongkapadang dan Torije'ne' inilah melahirkan penerus-penerus yang turun temurun akan membentuk kerajaan-kerajaan di tanah Mandar. 

Dari beberapa versi cerita tentang Tomanurung sebagai manusia pertama yang mendiami wilayah Mandar memang memiliki beberapa perbedaan. Namun, semua berjuang pada pertemuan Pongkapadang dan Torije'ne' yang kemudian melahirkan generasi-generasi yang menyebar ke seluruh wilayah Mandar.
____________________________________________________________________________________

Jadi guys, bagaimana? Kisah tentang asal usul nenek moyang 'orang Mandar' menarik bukan? bagaimana tidak, kita dibuat penasaran bagaimana sih, kisahnya(?). Namun, keyakinan terhadap asal usul nenek moyang 'orang Mandar' pada masyarakat tentu sangat berbeda-beda. Tergantung dari latar belakang pendidikan dan kehidupannya.

Mengenai pilihan kita tentang asal usul nenek moyang 'orang mandar' tentu berpulang kepada pilihan kita masing-masing.

Demikian untuk blog kali ini, sampai jumpa lagi di blog selanjutnya.

Jangan lupa share kawan-kawan ku yang budiman...
___________________________________________________________________________

Mamuju, 21 Oktober 2019











No comments:

Post a Comment

Pembentukan Persekutuan Kerajaan-Kerajaan di Wilayah Mandar : Pitu Babana Binanga

Dikisahkan... Seseorang yang bernama Pa'doran yang bermukim di Ulu Sa'dan  yang juga disebut Tobabina. Pa'doran merupakan an...